Membalap di ajang balap mobil tertinggi seperti F1 merupakan impian bagi mayoritas pembalap di dunia. Tetapi yang terjadi, apakah pengen sekedar membalap di F1 atau berprestasi di F1?
Menurut analisis saya sedikitnya ada 3 model promosi pembalap ke ajang F1 yaitu pay to race, academy dan prestasi. Dan 3 model promosi tersebut tentu tidak menjamin kelangsungan karier seorang pembalap di F1. Akankah ia akan berprestasi, bertahan lama di F1, atau cuma penghangat papan bawah, itu adalah masalah lain lagi.
Oke, model pay to race biasanya dilakukan pembalap yang 'ngebet' banget pengen balapan di F1, yang berasal dari negara yang 'kurang populer' di dunia balap, terutama F1 pastinya, dimana ia tertarik untuk 'mempromosikan' negaranya melalui balap F1 (meskipun cuma dengan tim-tim kecil dan rutin finish di posisi belakang tiap musimnya).
Tak terlalu dipermasalahkan bagaimana prestasinya di kelas yang ia ikuti sebelum masuk F1. Entah ia juara atau cuma papan tengah, yang penting sudah lolos syarat membalap di F1. Pastor Maldonado (Venezuela), Sergio Perez (Mexico), Alex Yoong (Malaysia), dan Narain Karthikeyan (India) adalah nama beberapa pembalap yang masuk F1 salah satunya berkat uang. Meskipun untuk Pastor Maldonado dan Sergio Perez juga sudah mempunyai prestasi yang cukup baik terutama di GP2. Dan dengan sponsor yang lebih kuat, keduanya juga sempat berprestasi di F1, diantaranya dengan sebuah kemenangan dan beberapa podium. Hal berbeda terjadi pada Alex Yoong dan Narain Karthikeyan yang hanya bertahan semusim di F1 dan prestasinya juga tidak terlalu bagus.
Alex Yoong hanya membalap 18x antara musim 2001-2002 |
Model promosi yang kedua adalah academy. Menurut saya model ini adalah model terbaik karena menjamin karier si pembalap di dunia F1 hingga ia keluar dari F1, kuncinya adalah membina hubungan yang baik dengan academy yang telah memberinya kepercayaan membalap.
Red Bull adalah salah satu akademi terbaik dimana sejak tahun 2005 sudah melahirkan beberapa pembalap F1 diantaranya Vitantonio Liuzzi, Christian Klien, Robert Doornbos, Scott Speed, Sebastian Vettel, Daniel Ricciardo, dan banyak lagi. Tetapi tetap saja sesuai hukum alam, ketatnya persaingan di F1, hanya Sebastian Vettel dan Daniel Ricciardo yang mampu berprestasi.
Seperti yang sudah saya bahas di awal, model akademi menjamin keberlangsungan karier pembalap setelah ia keluar dari F1. Akademi sendiri juga berperan sebagai sponsor si pembalap (sponsor pribadi merupakan hal yang wajib dimiliki tiap-tiap pembalap modern ini). Contohnya Mark Webber dan David Coulthard yang melanjutkan kariernya di ajang balap lain dengan sponsor Red Bull atau sebagai brand ambassador. Juga eks-murid Toyota, Kazuki Nakajima yang masih melanjutkan karier balapnya dengan dukungan penuh Toyota.
Model ketiga adalah prestasi. Menurut saya model ini adalah bermain keberuntungan. Jika beruntung ia akan bertahan lama di F1 dan mungkin juga akan berprestasi. Tetapi tidak jika ia malah tidak mampu bersaing di F1, ia akan hilang dan terlupakan.
Nico Hulkenberg dan Romain Grosjean adalah salah satu contoh pembalap berprestasi yang bertahan cukup lama di F1. Prestasinya sebelum masuk di F1 mungkin setara dengan Pastor Maldonado atau Sergio Perez. Tetapi dengan jarangnya 'sponsor pribadi' mereka terekspos (atau mungkin kalah besar dibanding Maldonado atau Perez), membuat pembalap-pembalap seperti ini tidak terlalu perlu mengeluarkan uang yang banyak hanya untuk berlaga di F1. Dan yang terpenting mereka itu digaji oleh tim.
Model karier seperti Lewis Hamilton adalah impian bagi setiap pembalap |
Dari model kedua ini menurut saya 'lulusan' terbaik adalah Lewis Hamilton. Prestasinya sangat baik di F3 dan GP2. Kemudian langsung masuk di F1 bersama McLaren. Hingga kemudian ia menjadi juara dunia dan ditarik oleh Mercedes. Lewis adalah contoh pembalap dengan karier yang menjadi impian bagi setiap pembalap.
Kabar Rio Haryanto yang akan masuk ke F1 dalam waktu dekat ini, setelah mengarungi musim yang cukup bagus di GP2 2015, tetapi butuh sponsor puluhan juta Euro untuk mendapatkan satu kursi pembalap; membuat saya teringat kembali dengan kasus Alex Yoong dan Narain Karthikeyan. Kabarnya Rio ditawari mobil oleh tim Manor/Marussia tetapi dengan harga yang cukup mahal, seperti yang diberitakan vivanews ini.
Uang sebanyak itu tentu saja sudah bisa digunakan untuk membranding mobil sesuai dengan sponsor si pembalap selama semusim. Tetapi pertanyaannya apakah itu bertahan lama? Jika pembalap yang didukung justru prestasinya kurang baik (maklum jika hanya membalap bersama tim-tim kecil), pihak sponsor tentu akan berpikir ulang apakah mau lanjut atau tidak.
Dan jika hanya bertahan semusim katakanlah, apalagi jika itu sponsor 'plat merah', tentu akan membuat fans di negaranya kecewa. Sudah keluar duit banyak tetapi tidak berprestasi dan dinilai hanya 'menuruti gengsi' membalap di F1.
Tentu saja saya tidak ingin kasus Alex Yoong atau Narain Karthikeyan terulang. Membalap bersama tim-tim kecil hanyalah opsi untuk pembalap akademi mendapatkan jam terbang sebelum ia membalap bersama tim utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar