Dua dari 3 pembalap terbaik abad 20, satu lainnya alm. Daijiro Kato... |
SEBELUM RACE
Semua pasti setuju kalau sirkuit Catalunya adalah salah satu sirkuit
terbaik di MotoGP, sejajar dengan Assen, Jerez, Mugello, Phillip Island,
Sachsenring, dan Laguna Seca*. Saat banyak pembalap kompetitif, sudah bisa
dipastikan akan terjadi race yang menarik dan ketat. Tetapi sirkuit ini juga mempunyai potensi bahaya
yang cukup besar.
Saya pertama kali menyadari potensi tersebut saat melihat foto satelit
sirkuit Catalunya sekitar 8 tahun yang lalu. Ternyata run-off di luar tikungan
11 dan 12 (stadium section) sangat dekat dengan lintasan, jaraknya hanya
sekitar 12-20 meter saja. Jarak yang cukup dekat seperti itu agak susah
disadari kalau kita menonton race dari angle kamera yang berada di sisi
lintasan.
Dan mungkin saya setuju dengan headline berita media online di Indonesia
yang menyebutkan ‘Catalunya Memakan Tumbal’. Karena memang tinggal menunggu
waktu saja kejadian seperti itu terjadi di MotoGP. Motor yang semakin kencang
dan kompleks terkadang menciptakan banyak hal tidak terduga seperti kecelakaan
Luis Salom di tikungan 12.
Saat merasa nyaman di satu trek (yang sebenarnya tidak aman) dalam waktu
yang cukup lama, terkadang safety menjadi hal yang tidak begitu terpikirkan. Mungkin
dalam 15 tahun terakhir hanya sirkuit Suzuka lah yang di-cap sebagai trek yang
tidak aman. Ironisnya klaim tersebut muncul setelah Suzuka ‘memakan tumbalnya’.
Dan hal yang sama juga terjadi di Catalunya. Wajah Catalunya yang kedua
akhirnya muncul!
MotoGP bergerak cepat dengan langsung memakai layout trek F1 untuk 2
hari terakhir Catalan GP 2016. Meskipun layout tersebut sempat diprotes oleh
duo Movistar Yamaha, toh akhirnya justru Vale yang keluar sebagai juara,
mengalahkan rider terbaik Honda yang merasa lebih cocok dengan layout F1.
Sebelum race Catalan GP, saya selalu merasa catatan waktu atau
pencapaian pembalap di warm-up adalah hal yang tidak berguna. Tetapi kemudan saya
mengoreksinya. Vale yang sempat tercecer di awal sesi di layout F1, termasuk di
kualifikasi, membuktikan kualitasnya di warm-up dengan menjadi pembalap
tercepat.
RACE MOTOGP
Saat race dimulai, ‘penyakit’ lama Vale muncul lagi, start yang buruk.
Waktu itu saya tidak yakin kalau Vale akan bisa memenangi race kali ini. Hingga
akhirnya Vale berhasil meraih posisi 4 dan semakin mendekatkan jarak dengan
Pedrosa, optimisme saya muncul lagi.
Dalam beberapa lap Vale berhasil mengambil alih pimpinan lomba dari
Lorenzo, yang akhirnya malah harus DNF, dan konsisten memimpin 0,4 detik dari
Marc Marquez. Lima lap terakhir barulah
terjadi pertarungan yang selama ini ditunggu-tunggu publik Catalunya. Marc
mengambil alih P1 di trek lurus, Vale mengambil lagi posisinya di T1, Marc
mencoba lagi di T10, tapi disalip lagi di exit, kali ini Marc yang menang di
T1, dan Vale membalasnya di tempat yang sama 1 lap kemudian ; 6 manuver
dalam battle keduanya cukup menghibur seluruh penggemar MotoGP siang itu.
Meskipun tidak seketat race 2009, pemenang di tentukan di tikungan
terakhir, tapi race kali ini membuktikan, salah satunya adalah, kematangan Marc
Marquez melihat situasi. Dia sempat melebar di tikungan 7 yang membuatnya gagal
menjuarai race kali ini, meskipun masih tersisa 1,5 lap lagi. Marc memilih
untuk lebih santai dan akhirnya finish 2,6 detik di belakang Vale.
REKONSILIASI
Di raceday terburuk abad 20 (karena ada pembalap yang meninggal 2 hari
sebelum raceday), Vale menang, Marc lebih dewasa, dan Jorge DNF; tidak ada yang
lebih baik selain rekonsiliasi. Vale berjabat tangan dengan Marc di parc ferme,
ngobrol di podium, dan ngobrol lagi saat press-con, saya rasa Vale sudah
menemukan ‘waktu yang tepat’ untuk berdamai dengan Marc.
Bicara soal insiden Sepang Clash tahun lalu dan segala teori konspirasi
yang dikemukakan oleh Vale, saya rasa itu semua adalah ‘murni kesalahan’ Vale
dalam berstrategi. Tuduhan Marc membantu Jorge hanyalah trik psikologis yang
mengandung pesan bahwa ‘jangan ganggu pertarungan kita (Vale vs Jorge). Pesan
itu ditujukan untuk semua pembalap, terutama Marc yang masih muda.
Tapi saat race trik tersebut justru berubah menjadi ‘senjata makan tuan’.
Saya rasa Vale berpikir ‘gile
lu Marc, gak ngerti-ngerti juga maksud gue kemarin’ dan ‘masa sih bener Marc bantu
Jorge ?!’. Puncak dari rasa emosi
dan kekhawatiran tersebut adalah jatuhnya Marc…
Soal race Valencia 2015, saya rasa beban terberat justru ada di pundak
Marc. Dia bisa menentukan siapa yang akan juara dunia musim itu. Marc menang,
Vale juara ; Marc kalah, Jorge juara. Dan yang harus dicermati adalah,
Jorge selalu tampil agresif di Valencia, di race yang sangat menentukan. Ingat Valencia 2013.
Bisa dipastikan kalau Marc juga tampil agresif dengan bertarung terbuka dengan
Jorge, justru akan meningkatkan potensi crash diantara keduanya. Siapa yang
dirugikan? Dan kalau Marc tidak agresif, tidak berani
menyalip Jorge, siapa yang dirugikan? Saya
rasa Vale juga mengetahui kondisi tersebut.
Memasuki musim baru, harus ada momen rekonsiliasi. Peran media dan fans
berhasil membuat kejadian musim lalu menjadi sangat buruk untuk hubungan Vale
dan Marc. Dan MotoGP Catalunya adalah momen yang tepat untuk Vale ‘meminta maaf’
kepada Marc. Karena Marc sukses dijadikan kambing hitam kegagalan Vale di akhir
musim 2015 lalu. Senang rasanya melihat keduanya bisa akrab lagi, dan bertarung
sengit di lintasan dengan penuh respect.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar