Ada sebuah kekhawatiran manakala Indonesia berhasil menggelar event MotoGP tetapi 'gagal' dalam tujuan sebenarnya menggelar event tersebut. Tujuan yang saya maksud adalah menampilkan kualitas motorsport terbaik dari dalam negeri (entah lewat prestasi pembalap atau industri terkaitnya) ke mata dunia. Karena saya merasa, berhasil menggelar event MotoGP bukanlah 'prestasi' tetapi tantangan yang benar-benar harus dijawab oleh negara penyelenggara tersebut.
Monlau Competicion, salah satu pelaku utama industri balap di Spanyol. |
Saat Spanyol kebagian jatah 4 Grand Prix dalam semusim, ada yang menyebut hal tersebut berlebihan dan tidak adil. Tetapi melihat bagaimana motorsport di negara mereka, khususnya di roda dua, dan bagaimana kontribusi mereka untuk MotoGP, Spanyol pantas mendapatkan hak itu. Begitu pula event di Italia, Perancis, Belanda, Jerman, Austria, Ceko, Australia, Amerika Serikat, dan Jepang; yang hampir selalu ada di kalender tiap dekadenya, seolah-olah tidak tergantikan, karena memang mereka pantas mendapatkannya.
Dari sekian banyak negara penyelenggara MotoGP, hanya Qatar yang belum mampu menjawab tantangan tersebut. Bisa dibilang Qatar hanya menyelenggarakan MotoGP sebagai ajang unjuk diri bahwa mereka, negara timur tengah pertama, negara kecil, yang mampu menyelenggarakan race mewah di malam hari. Meski begitu, jumlah penonton di sirkuit hanya sekitar 20,000 pasang mata dalam 3 hari event. Jumlah paling sedikit dari seluruh event MotoGP. Miris.
Sebagai ujung tombak motorsportnya, Qatar mempunyai QMMF Racing Team yang berlaga di Moto2 dan beberapa rider yang dititipkan di tim World Superbike asal Eropa. Tetapi QMMF sudah tidak menggunakan rider asal Qatar dalam beberapa tahun terakhir, bahkan mereka tidak tercantum dalam provisional entry list Moto2 2017. Sementara itu, Saeed Al Sulaiti (Pedercini Racing/World Superbike), hanya mendapatkan 1 poin dari seluruh event WSBK yang ia ikuti pada 2016. Poin terendah yang diraih oleh rider yang membalap selama semusim penuh (mirip-mirip lah dengan prestasi Doni Tata, hehe).
Hafizh Syahrin |
Khairul Idham Pawi |
Selain prestasi pembalapnya, kita patut mencontoh komitmen Malaysia di Motorsport. Lihatlah bagaimana Petronas, Proton (Lotus), AirAsia, Caterham (Tony Fernandes), dan Sepang International Circuit berbicara banyak di motorsport dunia. Komitmen itulah yang membuat mereka berhasil menggelar 3 kejuaraan dunia dalam satu tahun (F1, MotoGP, World Superbike).
Baik tapi belum setara negara-negara lainnya. Yang saya maksud, rider berprestasi dari Malaysia tersebut dididik oleh kejuaraan di Eropa, bukan dari dalam negeri sendiri. Bandingkan dengan negara-negara lain yang mempunyai kejuaraan bergengsi seperti CEV (Spanyol, Portugal*, Perancis*), IDM (Jerman, Belanda*, Austria*), French SBK (Perancis), British SBK (Inggris Raya), MotoAmerica (USA), FX Superbike (Australia), dan MFJ Superbike (Jepang). Selain itu, banyak sisi historis dan industri terkait dengan motorsport yang berasal dari negara tersebut. Mulai dari pabrikan motor, alat keselamatan, minuman berenergi, bahan bakar & oli, hingga item-item lainnya.
Belum begitu tahu kejuaraan di Argentina, tetapi mereka mempunyai rider hebat kelas dunia seperti Sebastian Porto dan Leandro Mercado. Juga banyak sirkuit di negara tersebut, sepertinya jadi pusat kejuaraan balap motor di Amerika Latin. Begitu juga kejuaraan di Ceko yang sepertinya bekerjasama dengan negara-negara lain seperti Hungaria untuk membuat kejuaraanya sendiri.
Lalu, Indonesia mau seperti apa? Qatar, Malaysia, atau Spanyol (susah)? Hehe. Memang tujuan utama tentu menyelenggarakan dulu event-nya, baru mikirin hal seperti ini. Tetapi setidaknya ada progress sih. Progress nyata kalau motorsport kita berkembang dan berkelas dunia. Malaysia saja baru naik prestasinya, puluhan tahun sejak pertama kali menggelar GP. Itu juga dibarengi dengan komitmen yang kuat tadi.
Doni Tata (2005) |
Sementara Indonesia, balik lagi, masih terlihat suram. Belum ada program yang benar-benar oke. Jujur, kekecewaan saya masih sangat besar dengan program Doni Tata (Yamaha 'From Zero to Hero' dan Federal Oil Moto2), dan Rafid Topan (Evalube QMMF Moto2) yang masing-masing hanya berjalan semusim dan bisa dibilang gagal.
Program yang ada sekarang mungkin akan lebih baik. Kadang merasa gemas saja, 'kapan mereka terjun ke MotoGP'? Mungkin tidak lama lagi, semoga. (rz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar